السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Senantiasa belajar dari pengalaman dan menjadikan hidup ini lebih berarti...
sebab tiada kata terlambat untuk terus belajar
Selalu Optimis dan jangan pernah menyerah, Ganbatte!!!

Senin, 08 Agustus 2011

Andai Ini Ramadhan Terakhir . . . .

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu siangnya engkau sibuk berzikir
tentu engkau tak akan jemu melagukan syair rindu
mendayu..merayu...kepada-NYA Tuhan yang satu


andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu solatmu kau kerjakan di awal waktu
sholat yang dikerjakan...sungguh khusyuk lagi tawadhu'

tubuh dan qalbu...bersatu memperhamba diri
menghadap Rabbul Jalil... menangisi kecurangan janji


"innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil 'alamin"
[sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku...
kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan seru sekalian alam]

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tidak akan kau sia siakan walau sesaat yang berlalu
setiap masa tak akan dibiarkan begitu saja
di setiap kesempatan juga masa yang terluang
alunan Al-Quran bakal kau dendang...bakal kau syairkan

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu malammu engkau sibukkan dengan
bertarawih...berqiamullail...bertahajjud...
mengadu...merintih...meminta belas kasih
"sesungguhnya aku tidak layak untuk ke syurga-MU
tapi...aku juga tidak sanggup untuk ke neraka-MU"

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu dirimu tak akan melupakan mereka yang tersayang
mari kita meriahkan Ramadhan
kita buru...kita cari...suatu malam idaman
yang lebih baik dari seribu bulan

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu engkau bakal menyediakan batin dan zahir
mempersiap diri...rohani dan jasmani
menanti-nanti jemputan Izrail
di kiri dan kanan ...lorong-lorong ridha Ar-Rahman

Duhai Ilahi....
andai ini Ramadhan terakhir buat kami
jadikanlah ia Ramadhan paling bererti...paling berseri...
menerangi kegelapan hati kami
menyeru ke jalan menuju redha serta kasih sayangMu Ya Ilahi
semoga bakal mewarnai kehidupan kami di sana nanti

Namun teman...
tak akan ada manusia yang bakal mengetahui
apakah Ramadhan ini merupakan yang terakhir kali bagi dirinya
yang mampu bagi seorang hamba itu hanyalah
berusaha...bersedia...meminta belas-NYA

andai benar ini Ramadhan terakhir buat kita
MAAFKAN SEMUA KESALAHAN YANG PERNAH AKU LAKUKAN

                       ***

"Maut datang menjemput tak pernah bersahut,
Malaikat datang menuntut untuk merenggut,
Manusia tak kuasa untuk berkata-kata,
Allah Maha Kuasa atas syurga dan Neraka.."

Kamis, 28 April 2011

Profil Seorang Akhwat Sejati Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sekedar jilbabnya yang lebar, tetapi dari bagaimana ia menjaga pandangan mata (ghudhul bashar), sikap, akhlak, kehormatan dan kemurnian islamnya…. Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kelembutan suaranya, tetapi dari lantangnya ia mengatakan kebenaran di hadapan laki2 bukan mahramnya….. Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya dengan anak2nya, keluarga dekatnya, para jama’ah, para tetangga dan orang2 di sekitarnya. Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia dihormati di tempat ia bekerja tetapi bagaimana ia dihormati di dalam rumah tangganya… Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia pintar berhias dan memasak masakan yang enak2, tapi bagaimana ia bisa faham dan mengerti selera dan variasi makan suami dan anak2nya yang sebenarnya tidak rewel, pintar mengatur cash flow finansial keluarga, mengerti bagaimana berpenampilan menarik di hadapan suami dan selalu merasa cukup (qonaah) dengan segala pemberian dari sang suami di saat lapang maupun di saat sempit. Akhwat sejati bukanlah dilihat dari wajahnya yang cantik, tetapi dari bagaimana ia bermurah senyum dan sejuk jika dilihat di hadapan suaminya dengan sepenuh hati tanpa dibuat2/dipaksakan. Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya ikhwan yang mencoba berta’aruf kepadanya, tetapi dari komitmennya untuk mengatakan bahwa sesungguhnya “Tidak ada kata “CINTA sebelum menikah. Akhwat sejati bukanlah dilihat dari gelar sabuk hitam dalam olahraga beladirinya, tetapi dari sabarnya ia menghadapi lika-liku kehidupan… Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sekedar banyaknya ia menghafal Al-Quran, tetapi dari pemahaman ia atas apa yang ia baca/hafal untuk kemudian ia amalkan dalam kehidupan sehari2. “Akhwat seperti itu ada, tapi langka. Sekalipun ada, biasanya ia memiliki karakter khas antara lain; Sangat mencintai Allah dan RasulNya melebihi apapun, tidak lepas dari dunia da’wah (minimal di lingkungan sekitar tempat tinggalnya), hidup berjamaah tapi tidak dikenal ‘ashobiyah, tidak ingin dikenal-kecuali diminta/didesak oleh jama’ah (masyarakat), dari keturunan orang2 yang shalih/shalihat, berasal dari lingkungan yang sangat terpelihara, punya amalan ibadah harian, mingguan dan bulanan di atas rata2 orang kebanyakan, hidupnya sederhana namun tetap menarik dan bermanfaat buat orang lain, dikenal sebagai tetangga yang baik hati, sangat berbakti terhadap orang tua, sangat hormat kepada yang lebih tua dan sangat sayang terhadap yang lebih muda, sangat disiplin dengan sholat fardunya, rajin shaum sunnah dan qiyamullail & atau bisa jadi amalan ibadah terbaiknya disembunyikan dari mata orang2 yang mengenalnya, rajin memperbaiki istighfarnya (taubatan nashuha), rajin mendoakan saudara2nya terutama yang sedang dalam keadaan kesulitan atau sedang terdzolimi secara terang2an/tersembunyi, rajin bersilaturahim, rajin menuntut ilmu-mengaji- (terutama yang syar’i)/minimal rajin hadir di majlis ilmu dan mendengarkannya, senantiasa menambah/memperbaiki ilmunya dan menyampaikan semua ilmu yang ia ketahui setelah terlebih dahulu ia mengamalkannya, rajin membaca/menghafal alqur’an atau hadits dan buku2 yang bermanfaat, pintar/kuat hafalannya, sangat selektif soal makanan/minuman yang ia konsumsi, sangat perhatian terhadap kebersihan dan sangat disiplin sekali soal thaharah, sangat terjaga dari soal2 ikhtilat apalagi berkhalwat, jauh dari gosip-menggosip, lisan dan semua perbuatannya senantiasa terjaga dari hal2 yang sia2, zuhud, istiqomah, tegar, tidak takut/bersedih hati hingga berlarut2 melainkan sebentar (wajar), pandai menghibur dan pandai menutupi aib/kekurangan dirinya dan orang2 yang ia kenal, mudah memaafkan kesalahan/kekeliruan orang lain tanpa diminta dan tanpa dendam, ringan tangan untuk membantu sesama, mudah berinfak (bershadaqah), ikhlas, jauh dari riya, ujub, muhabahat, takabur dan tidak emosional, cukup sensitif tapi tidak terlalu sensitif (tidak mudah tersinggung), selalu berbuat ihsan dan muraqobatullah (selalu merasa dekat dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT baik di saat ramai maupun di saat sendirian), selalu berhusnudzon kepada setiap orang, benar2 berkarakter jujur (shiddiiq), amanah dan selalu menyampaikan yang haq dengan caranya yang terbaik (tabligh), pantang mengeluh/berkeluh kesah, sangat dewasa dalam menyikapi problematika kehidupan, mandiri, selalu optimis, terlihat selalu gembira dan menentramkan, hari2nya tidak lepas dari perhitungan (muhasabah) bahwa hari ini selalu ia usahakan lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini, dan senantiasa pandai bersyukur atas segala ni’mat (takdir baik) serta senantiasa sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan (takdir buruk) dalam segala keadaan. Kapan pun dan di manapun.. Si Murid rupa2nya masih penasaran, dan bertanya kembali kepada Sang Ustadz. “Ya Ustadz, adakah cara yang paling mudah untuk mendapatkannya? atau minimal bisa mendapatkan seorang Akhwat yang mendekati profil Akhwat Sejati?? Sang Ustadz pun dengan bijak segera menjawabnya: “Ada, jika antum ingin mendapatkan Akhwat Sejati nan benar2 Shalihat sebagai teman hidup maka SHALIHKAN DAHULU DIRI ANTUM…!! karena InsyaAllah Akhwat yang shalihat adalah pada dasarnya juga untuk Ikhwan yang shaalih… Amiin, Wallahu a’lam bishawab.

Mari Membangun Cinta . . .






Cinta bukanlah tujuan
Cinta adalah sarana untuk menggapai tujuan
Jangan kau sibuk mencari definisi dan makna cinta
Namun kau lalai terhadap Dzat yang menganugrahkan cinta
Dzat yang menumbuhsuburkan rasa cinta
Dzat yang memberikan kekuatan cinta
Dzat yang paling layak dicintai Allah, Sang Pemilik Cinta
Cinta memang tak kenal warna
Cinta tak kenal baik buruk
Cinta tak kenal rupa dan pertalian darah
Memang begitulah adanya
Karena yang mengenal baik buruk, warna dan rupa
Adalah sang pelaku cinta yang menggunakan akal pikirannya
Cinta bukanlah kata benda
Cinta adalah kata kerja
Cinta bukan sesuatu tanpa proses
Cinta itu butuh proses
Jangan mau kau terjatuh dalam cinta
Namun, bangunlah cinta itu
Bangunlah cinta dengan keimanan
Maka kau akan mengorbankan apa saja
Demi meraih keridhaan Sang Pemilik Cinta
Bangunlah cinta dengan ketakwaan
Maka kau tak kan gundah gulana
Ketika kehilangan cinta duniawi
Karna kau yakin Yang kau cari adalah cinta dan ridha Allah
Bukan cinta yang sementara
*** *** ***
__(۩۩SSSSS۩۩)____(۩۩۩۩۩)
_(۩۩SSSSSSSS۩۩۩ ۩۩SSSSS۩۩)
(۩۩SSSSSSSSSSS۩۩SSSSSSS۩۩)
(۩۩SSSSSSSSSSSS۩SSSSSSSS۩۩)
(۩۩SSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS۩۩)
_(۩۩SSSSSSSSSSSSSSSSSSSS۩۩)
__(۩۩SSSSSSSSSSSSSSSSSS۩۩)
___(۩۩SSSSSSSSSSSSSSSS۩۩)
_____(۩۩SSSSSSSSSSSSS۩۩)
_______(۩۩SSSSSSSSS۩۩)
_________(۩۩SSSSS۩۩)
___________(۩۩S۩۩)

_____________(۩۩)


(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)(♥)
♥ ✿ •*¨`*• ♥ ✿ •*¨`*• ♥ ✿ •*¨`*• ♥



Kamis, 17 Februari 2011

Murabbi Saleh, Halaqah Muntijah

Bismillahirrahmaanirrahiim . . .

Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembaku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata), “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya, dan (tidak wajar pulan baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah(menganut agama) Islam?” (QS. Ali Imran : 79-80)

Ayyuhal ikwah wal akhawat rahimakumullah…
“Kader adalah rahasia kehidupan dan kebangkitan. Sejarah umat adalah sejarah para kader militan dan memiliki kekuatan jiwa dan kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur dari sejauh mana umat tersebut mampu menghasilkan kader-kader yang memiliki sifat ksatria…” (Risalah Hal Nahnu Qaumun ‘Amaliyun)

Dunia dakwah kita tengah memasuki era yang sangat kompetitif, era yang akan menentukan kita bertahan, maju, atau terkikis zaman. Pada situasi seperti ini, dakwah membutuhkan mereka yang berdaya guna, yang senantiasa siap memikul dakwah. Beban dakwah hanya sanggup dipikul oleh mereka yang mengerti tentang apa dan bagaimana tabiat dakwah itu. Junud ad-dakwah yang cerdas, penuh semangat dan bertanggungjawablah yang siap berada di medan dakwah ini. Kehadiran kader seperti inilah yang menjadi obsesi Khalifah Umar r.a.:

Umar r.a berkata kepada para sahabatnya, “Berobsesilah!” Mulailah mereka menyampaikan obsesinya. Umar berkata, “Aku ingin ada sebuah rumah yang penuh kader sejati seperti Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” (HR. Hakim)

Kader dengan karakter tersebut hanya bisa diwujudkan melalui pembinaan diri yang intensif dan berkesinambungan. Artinya, kita memiliki kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Pada era politik dakwah sekrang inilah jamaah sangat membutuhkan kejelasan komitmen yang tinggi dari para kadernya. Yang mengharuskan kita membelanya sampai titik darah penghabisan. Jamaah ini harus sampai kepada ahdaf-nya yang telah dirancang untuk ‘Izzul Islam wal muslimin. Kita beriltizam pada jalan dakwah, bukan dengan figur, melainkan dengan dakwah itu sendiri. Karena persoalan pribadi tidak semestinya mengeliminasi kecintaan dan pembelaan kita kepada jalan dakwah ini.

Menjadi orang yang saleh dan mushlih adalah buah yang kita harapkan dari proses tarbiyah yang kita jalani selama ini. Saleh secara pribadi dan mengupayakan tumbuh kembangnya kesalehan pada orang lain merupakan teladan dari Rasulullah SAW dan para salafussaleh yang sepatutnya kita ikuti. Alhamdulillah, saat ini sangat banyak diantara kita yang mendapatkan kesempatan menjadi dai atau murabbi, baik di lingkungan tempat kita tinggal, kampus, sekolah, maupun perkantoran. Sesungguhnya yang kita inginkan bukanlah semata banyaknya jumlah mad’u atau murabbi kita.

Akan tetapi, yang jauh lebih penting adalah bagaimana agar kuantitas dan kualitas selalu merupkaan fungsi yang bergradien positif. Atau menurut slogan seorang ikhwah, “Daripada berjuang bersama 20 orang tapi tidak berkualitas, lebih baik berjuang bersama 2000 orang yang berkualitas.”

Kunci utama peningkatan kualitas umat ini terletak di tangan para penyeru Islam. Atau dalam konteks ini, penentu pemeliharaan dan peningkatan kualitas kesalehan para mad’u atau mutarabbi menjadi tanggung jawab para dai atau murabbi itu sendiri.

Ayyuhal ikhwah wal akhawat rahimakumullah…
Berikut ini adalah beberaoa karakteristik yang harus kita usahakan agar melakat pada diri para dai atau murabbi sehingga terbentuk halaqah muntijah:

1. Al-fahm asy-syaamil al-kaamil
Yaitu pemahaman yang sempurna dan menyeluruh terhadap dasar-dasar keislaman dan rambu-rambu petunjuknya, juga terhadap apa yang didakwahkannya, karena seorang murabbi akan mentarbiyah seseorang yang memiliki akal, perasaan dan pemahaman, dan orang tersebut akan merefleksikan apa yang didengar dan diperhatikan dari sang dai atau murabbi. Maka, apabila seorang dai dan murabbi tidak memiliki level pengetahuan yang memadai dan wawasan pemahaman yang menyeluruh tentang dasar-dasar keislaman, hal itu akan memindahkan sebuah kebodohan kepada mutarabbinya, yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah dalam pembentukan kepribadian Muslim seorang mutarabbi.

2. Waqi’ ‘Amaly
Yaitu keteladanan sang murabbi dengan amal perbuatannya yang secara riil tampak jelas pada perilakunya. Seperti geraknya, diamnya, bicaranya, atributnya, pandangannya, dan ibrah-nya. Seluruh keteladanan itu adalah buah refleksi dari pengaruh keimanan dan pemahaman dalam kehidupan seorang murabbi, dalam rangka memberikan pengaruh keteladanan yang baik (qudwah salehah) di tenga-tengah masyarakat.

Pendiri jamaa Ikhwan, Hasan Al-Banna menyifati murabbi dengan sebutan dai mujahid. Lebih jelasnya beliau menyebutkan bahwa dai mujahid adalah, “Sosok dai yang telah mempersiapkan segala sesuatunya, terus menerus berpikir, penuh perhatian dan siap siaga selalu.” Begitulah seharusnya seorang murabbi, iman dan keyakinannya tercermin pada perilaku dan amalnya. Berdasarkan penelitian pada perjalanan kehidupan seorang murabbi, bahwa pengaruh mereka terhadap banyak orang lebih banyak berasal dari perilaku dan akhlaknya yang istiqamah di setiap keadaan.

Sudah menjadi pemaaman umum bahwa manthiqul af’al aqwa min manthiqil aqwal (logika amal/perbuatan lebih kuat dari logika kata-kata). Dikatakan pula oleh ulama salafusshalih, “Man lam tuhadzdzibka ru’yatuhu, fa’lam annahu ghairu /muhadzdzab.” (Barangsiapa yang tidak mendidikmu ketika engkau melihatnya maka ketahuilah bahwa orang itu juga tidak terdidik)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Man wa’azha akhaahu bifi’lihi, kaana haadiyan.” (Barangsiapa yang menasihati saudaranya dengan amal perbuatannya maka berarti ia telah menunjukinya). Oleh karena itu, keteladanan adalah fokus yang sangat sensitif dan halus, karena apa yang tampak pada dirinya jauh lebih besar pengaruhnya dari apa yang diucapkannya (al-manzhar a’zhamu ta’tsiiran minal qaul).

3. Al-Khibrah binnufus
Yaitu berpengalaman dalam memahami aspek kejiwaan, karena sesungguhnya lapangan kerja seorang murabbi tidak lain adalah jiwa, bergumul dengannya, dan menjadikannya sasaran yang pertama dan terakhir dalam proses tarbiyah; sedangkan jiwa tidak seperti gigi sisir, akan tetapi jiwa orang berbeda satu dengan yang lainnya, ada yang lemah, ada yang kuat, ada yang peka dan oversensitif. Ada yang lembut, ada yang keras, bebal, dan sebagainya.

Oleh karena itu, seorang murabbi hendaknya menyikapi seseorang sesuai dengan kejiwaannya dan berhati-hati dalam berinteraksi dengannya, maka jangan bersikap terlalu tegas dan keras kepada orang yang jiwanya halus dan peka, melainkan harus dihadapi dengan lemah lembut. Sebaliknya, orang yang jiwanya keras harus dihadapi dengan ketegasan jika ia lalai dan menyimpang. Adala Rasulullah SAW sosok murabbi pertama yang berpengalaman dalam ilmu jiwa, beliau tidak memperlakukan para sahabatnya dengan sikap yang sama antara yang satu dan lainnya, karena beliau sangat tahu akan tabiat manusia dan kejiwaan mereka.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata :
Rasulullah SAW perna beberapa hari lamanya tidak memberikan nasihat kepada kami, karena beliau takut kami menjadi bosan. (HR. Ahmad)

Berkaitan dengn al-khibrah binnufus, banyak contoh keteladanan dari murabbi zaman ini, diantara mereka adalah Hasan Al-Banna, di mana tela terjadi dialog antara beliau dengan salah seorang ikhwah. Ikhwah tersebut berkata, “Sesungguhnya saya lagi banyak masalah dan ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus.” Maka kata Hasan Al-Banna, “Sudahlah, jangan bebani dirimu dengan masalah itu. Serahkan urusanmu kepada Allah.” “Tapi, saya ingin Anda tahu,” sergah akh tersebut. “Sesungguhnya saya sudah tahu,” kata Al-Banna seraya meyakinkan akh tersebut. “Jadi saya bahagia kalau Anda mau tahu,” balas akh tersebut.

Akan tetapi, belum sempat saya memulai curhat, beliau suda mendahuluiku dengan rentetan masalah dan keluhan yang dialaminya sendiri bahkan yang mengerankan apa yang diutarakannya sama dengan apa yang saya rasakan. Setelah beliau selesai berbicara, maka sayapun berkata kepadanya, “Ustadz, demi Allah, sungguh saya sangat bahagia, dan saya tidak akan mengeluh lagi.” Saya mengatakan semua itu sambil terisak dan bercucuran air mata.”

Ayyuhal ikhwah wal akhawat rahimakumullah…
Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah muntija (produktif) tentunya ada aturan-aturan yang arus ditaati oleh semua komponen halaqah, dalam hal ini adalah murabbi dan mutarabbi. Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah, yaitu sebagai berikut :
1. Serius dalam segala urusan dan menjauhi sendau gurau serta orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersendau gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menjadi kaku, tegang, dan gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, dan gurauan yang tidak melampuai batas atau berlebihan. Jadi, canda dan gurauan hanya menjadi unsur selingan yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.
2. Berkemauan keras untuk memahami aqidah salafussalih dari kitab-kitabnya, seperti kitab Al-‘Ubudiyah. Sehingga semua peserta halaqa akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah.
3. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabburi ayat-ayat-Nya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits, dan lain-lain
4. Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme buta) yang membuat orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau golongan telah terjerumus ke dalamnya karena tidak ada manusia yang ma’shum (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulullah yang dijaga Allah. Sehingga jika ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya tidak boleh menaati makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah.
5. Menghindari ghibah. Majelis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah terhadap seseorang atau jamaah tertentu. Adab-adab Islami haruslah diterapkan, antara lain dengan tidak memburuk-burukkan seseorang.
6. Melakukan ishlah (koreksi) terhadap murabbi atau mutarabbi secara tepat dan bijak karena tujuannya untuk mengingatkan dan bukan mengadili.
7. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.

Selain adab-adab pokok tersebut, secara lebih spesifik ada adab yang harus dipenuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta halaqah. Mula-mula seorang peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, rohani dan akal saat menghadiri liqo’ halaqah. Ia semestinya membersihkan hati dari aqidah dan akhlak yang kotor, kemudia memperbaiki dan membersihkan niat, bersahaja dalam hal cara berpakaian, makanan, dan tempat pertemuan. Selain itu, juga bersemangat menuntut ilmu dan senantiasa menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.

Selanjutnya terhadap murabbi hendaknya ia tsiqah (percaya) dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif atau selalu mengomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan dirinya kepada murabbi. Selain itu, ia juga berupaya memenuhi hak-hak murabbi dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat tidak berkenan, meminta izin, serta bertutur kata yang sopan dan santun.

Dan akhirnya adab ikhwah sesama peserta halaqah dengan mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarbiyah. Lalu tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa, dan tidak menyakiti perasaan. Selain itu, terhadap lingkungan di sekitar tempat halaqah berlangsung, hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka, dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi.

Demikian, ayyuhal ikhwah wal akhawat taujih singkat, semoga kita semua bisa melaksanakan adab-adab halaqah dengan baik, sehingga halaqah tidak sekedar rutinitas yang menjemukan. Namun kegiatan liqa’ halaqah atau usrah menjadi sangat dirindukan dan mampu menghasilkan kader-kader dakwah yang tangguh. Amiin… [sumber : buku Seri Taujihat Pekanan jilid 2]

Rabu, 12 Januari 2011

AKAL SETIPIS RAMBUTNYA


Jangankan lelaki biasa, Nabi pun terasa sunyi tanpa wanita. Tanpa mereka hati, fikiran, perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walaupun sudah ada segala galanya.
Apa lagi yang tidak ada di syurga, namun Nabi Adam a.s tetap merindukan Siti Hawa. Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, isteri atau puteri.
Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tak lurus, tdk mungkin mampu hendak meluruskan mereka.

Tak logika kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus.
Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah, karena mereka diciptakan begitu rupa oleh Mereka.
Didiklah mereka dengan panduan dariNya.

JANGAN COBA JINAKKAN MEREKA DENGAN HARTA,
NANTI MEREKA SEMAKIN LIAR.
JANGAN HIBURKAN MEREKA DENGAN KECANTIKAN,
NANTI MEREKA SEMAKIN MENDERITA.
Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah. Kenalkan mereka kepada Allah, zat yang kekal, disitulah kuncinya.

AKAL SETIPIS RAMBUTNYA, TEBALKAN DENGAN ILMU.
HATI SERAPUH KACA, KUATKAN DENGAN IMAN.
PERASAAN SELEMBUT SUTERA, HIASILAH DENGAN AKHLAK.

Suburkanlah karena dari situlah nanti mereka akan nampak penilaian dan keadilan Tuhan.
Akan terhibur dan bahagialah hati mereka, walaupun tidak jadi ratu cantik dunia, presiden ataupun perdana menteri negara atau women gladiator.
Bisikkan ke telinga mereka bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan. Itu bukan diskriminasi Tuhan. Sebaliknya disitulah kasih sayang Tuhan, karena rahim wanita yang lembut itulah yang mengandungkan lelaki-lelaki wajah : negarawan, karyawan, jutawan dan " wan-wan" lain. Tidak akan lahir superman tanpasuperwoman.
Wanita yang lupa hakikat kejadiannya, pasti tidak terhibur dan tidak menghiburkan.
Tanpa ilmu, iman dan akhlak, mereka bukan saja tidak bisa diluruskan, bahkan mereka pula membengkokkan.

LEBIH banyak LELAKI YANG DIRUSAKKAN OLEH PEREMPUAN
DARIPADA PEREMPUAN YANG DIRUSAKKAN OLEH LELAKI.
SEBODOH-BODOH PEREMPUAN PUN BISA MENUNDUKKAN SEPANDAI-PANDAI LELAKI

Itulah akibatnya apabila wanita tidak kenal tuhan. Mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki. Kini bukan saja banyak boss telah kehilangan secretary, bahkan anak pun akan kehilangan ibu, suami kehilangan isteri dan bapa akan kehilangan puteri.
Bila wanita durhaka dunia akan huru-hara. Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, hati dan limpa.
Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan tetapi binalah kepimpinan.

Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Allah PIMPINLAH DIRI SENDIRI DAHULU KEPADANYA.
Jinakkan diri dengan Allah, nescaya akan jinaklah segala-galanya dibawah pimpinan kita.

JANGAN MENGHARAP ISTERI SEPERTI SITI FATIMAH,
KALAU PRIBADI BELUM LAGI SEPERTI SAYYIDINA ALI

Rabu, 05 Januari 2011

Mujahidku . . .

Beginilah, Tarbiyah memelukku, mengajariku, dan mencintaiku!


Bismillaahirrahmaanirraahiim,

Mujahidku, apa kabar?
Semoga saat ini engkau baik-baik saja
Penatku, penatmu saat ini semoga tetap di jalan-Nya
Semoga mendung ini kau nikmati juga
Supaya kau merasa sejuk setelah seharian bercampur debu

Mujahidku…
Aku rindu dalam rindu-rindu tentang takdir-takdir kita
Semoga saat ini Penghulu kita menjagamu,
Melindungimu di jalanan yang terik atau di lautan yang berdebur
Atau… bahkan di musim yang berbeda?
Aku tak pernah tahu

Namun, tahukah kau? Aku selalu yakin akan suratan-Nya

Mujahidku…
Semoga saat ini Dia menjaga hatimu, mata, pendengaran,
Jiwamu, semuamu…(ehmm!) untukku…!
Pun aku, semoga Dia membantuku untuk menjaga kehormatan, jiwaku…jasadku, semuaku…untukmu! Karena-Nya semata

Mujahidku, …tahukah kau?
Saat ini aku berdoa untuk keselamatanmu
Semoga saat ini engkau masih teguh di jalan yang Ia bentangkan untukmu

Mujahidku…
Saat penat-penat pikir dan jasad begitu menggila
Saat kumparan-kumparan dakwah ini mengajakmu berputar bersama-Nya…
Sungguh, aku hanya berharap DIA ridha atas apa yang aku dan engkau lakukan (meskipun kau entah dimana)

Mujahidku, entah kau dimana…
Aku tak hendak melukis jasadmu,
Aku tak hendak mereka-reka, menebak-nebak tentangmu!

Sebab mujahidku…tahukah kau?
Aku mencintaimu sebelum mata ini memandang, sebelum telinga ini mendengar
Sebelum hal-hal fisik merusak semua ketulusanku atas siapa pun kau!
Dan aku…ingin menjagamu tetap begitu: `SEDERHANA'

Ah, mujahidku…semoga kau lantunkan doa yang sama pada Pemilik kita
Sebab takdirku dan takdirmu ada di genggaman-Nya
Dan kita? Tak pernah tahu

Mujahidku…
Dalam sujud-sujud panjangku, aku merayu-Nya
Menyelipkan doa semoga aku pantas mendampingimu
Entah…siapa kau, dimana saat ini adamu…namun…
Ada hormat, ada rindu, kepercayaan,
Yang memberiku selaksa energi tulus

Mujahidku,
sungguh aku hanya ingin menjaga diriku, jiwaku
Mempersiapkannya…menempanya
Agar jika suatu saat DIA berkehendak, dan membuat kisah tentang kita,
Aku telah siap mendampingimu
Dan kita telah tapaki jalan dakwah yang kita pilih dan kita cintai
Hingga hanya Allah muara akhir semua cita

 
*untuk seorang yang dijanjikan Allah, di saat yang hanya Allah yang mengetahuinya,

Bismillah, kutuliskan doa ini, biar bukan sekadar ucap,
Biar bukan hanya menjadi genderang di langit hati,
Biar bukan hanya menjadi celotehan belaka di buah bibir.
Namun kupahat, pada sebuah catatan yang kokoh dan kuat seolah prasasti di atas batu,
Biar tidak hilang dirayu angin,
Biar tidak kikis disapu air,
Dan biar… bukan hanya seperti menulis di atas pasir yang hancur dideru ombak.

Karena kuyakin, bahwa Tuhanku tahu, aku semakin serius dengan urusan satu ini…

Urusan yang bukan lagi soal dunia, tapi urusan yang menghimpun setengah agama kita, juga urusan akhirat kita yang mahapasti.

Kupersembahkan untuk saudari-saudariku yang shalihah… ^^

(dinukil dari Diary Pengantin –izzatul Jannah dan Rabi'ah Al Adawiyah-)